Keempat, sepanjang masa reformasi, Indonesia gagal melahirkan pemimpin nasional yang kuat. Terlihat dari kepemimpinan presiden terakhir, Presiden SBY, yang dinilai publik sering ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
Kelima, kasus orang hilang menjelang reformasi tidak menyentuh aktor-aktor intelektual. Sebanyak 55,7 persen responden menyatakan tuntutan agar kasus penembakan dan penculikan aktivis segera diusut dan dituntaskan.
LSI merekomendasikan, untuk meningkatkan kepuasan publik terhadap reformasi adalah pemilu 2014 harus menjadi momentum perubahan kultur politik yang signifikan. Dua agenda prioritasnya adalah menyelesaikan masalah korupsi dan kebebasan beragama.
"Dunia politik dan profesi politik seharusnya dihargai sebagai kerja mulia untuk membela kepentingan publik. Reformasi seharusnya menjadi momentum melakukan perubahan mendasar. Sangat sayang, momentum reformasi menjadi lemah dan tidak amanah," kata Ardian Sopa. Survei LSI dilakukan dengan cara quick poll sepanjang tanggal 21-23 Mei 2013. Survei ini menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah responden 1.200 orang dan margin error sekitar 2,9 persen.
LSI: Kepercayaan Publik pada Pemerintah Melemah
Pelaksanaan reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun tidak membuat kondisi hidup masyarakat Indonesia menjadi lebih baik. Sebaliknya, semakin hari masyarakat semakin tidak puas dengan kinerja pemerintah terhadap pelaksanaan reformasi.
Berdasarkan survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengenai penilaian publik atas pelaksanaan reformasi yang berjalan selama 15 tahun, mayoritas publik ternyata makin pesimis dengan pelaksanaan aneka agenda reformasi. Hanya 31,4 persen publik yang menyatakan puas dengan pelaksanaan reformasi.
Hasil survei LSI juga menyatakan bahwa kepercayaan publik terhadap ketidakmampuan pemerintah dan politisi melaksanakan reformasi berada pada titik terendah. Sejak tahun 2008 sampai tahun 2013, jumlah kepuasan publik terus menurun hingga 14 persen. Tak hanya itu, buruknya para pemimpin dan politisi mengawal agenda reformasi berakibat pada buruknya persepsi publik terhadap dunia politik dan profesi politisi.
Hanya 17,71 persen yang percaya politisi bekerja untuk kepentingan publik, dan hanya 27,5 persen yang mempertimbangkan profesi politisi bagus untuk keluarga mereka. "Itu terbukti dari banyaknya politisi yang terkena kasus korupsi. Terlebih yang tertangkap adalah ketua-ketua partai politik," kata Ardian Sopa, peneliti LSI di kantor LSI, Jakarta 26 Mei 2013.
Survei LSI dilakukan dengan cara quick poll sepanjang tanggal 21-23 Mei 2013. Survei ini menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah responden 1.200 orang dan margin error sekitar 2,9 persen. Survei dari LSI juga meliputi penilaian publik terhadap kemajuan di beberapa bidang, seperti ekonomi, politik, sosial, hukum, dan keamanan.
Hasilnya, sejak 15 tahun pelaksanaan reformasi semua bidang tersebut tidak mengalami kemajuan yang berarti. Kepuasan masyarakat di bawah 50 persen.
Survei LSI: Rasa Aman Masyarakat Merosot Drastis
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei mengenai rasa aman dan toleransi publik terhadap sejumlah isu kekerasan dan terorisme yang belakangan marak di Indonesia. Peneliti LSI, Hanggoro Doso Pamungkas, mengatakan rasa aman masyarakat Indonesia merosot tajam pada September 2012. Dari survei yang dilakukan pada Januari, Juni dan September 2012, hanya 56,2 persen warga Indonesia menyatakan merasa aman tinggal di lingkungan mereka.
"Rasa aman turun drastis dibandingkan Januari 2012 lalu. Ketika itu masih 84,1 persen masyarakat Indonesia menyatakan merasa aman tinggal di lingkungan tempat tinggal mereka. Hanya dalam tempo sembilan bulan rasa aman ini turun drastis 27,9 persen," kata Hanggoro dalam jumpa pers di kantor LSI, Minggu 16 September 2012.
Survei ini menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang dan margin of error +2,9 persen. Survei yang dilakukan pada Januari, Juni, dan quick poll pada September 2012 ini juga dilengkapi riset kualitatif dengan metode wawancara tatap muka, Focus Group Discussion, dan analisa media.
Menurut Hanggoro, masalah yang menyebabkan turunnya rasa aman masyarakat ini adalah terorisme. Sebanyak 50,87 persen publik menyatakan resah terhadap kasus terorisme. Di urutan berikutnya, penyebabnya adalah konflik keyakinan agama 18,82 persen, aksi premanisme 10,45 persen, kriminal 9,76 persen, dan kenakalan remaja 6,27 persen.
Turunnya rasa aman ini, lanjut Hanggoro, terjadi di semua segmen masyarakat. Di kalangan penganut Katolik, hanya 14,29 persen yang menyatakan merasa aman berada di tempat tinggal mereka sekarang. Perempuan dan masyarakat perkotaan juga merasa kurang aman. Masing-masing, hanya di bawah 30 persen yang menyatakan merasa aman ada di sekitar tempat tinggalnya.
"Sebuah hal yang wajar bahwa terorisme dan konflik keyakinan agama menjadi masalah sosial yang paling mengerikan jika dibandingkan masalah-masalah sosial lainnya," ujarnya.
Akibatnya, berdasarkan survei September 2012 ini, mayoritas publik sebanyak 51,34 persen menyatakan kurang puas dengan kinerja Presiden dalam mengatasi masalah keamanan. Angka ketidakpuasan ini, tambah Hanggoro, meningkat dari Januari 2012 yang hanya 39,90 persen.
Sedangkan pada aspek penegakan hukum, 67,92 persen publik menyatakan kurang puas dengan kinerja Presiden di bidang ini. "Ketidakpuasan ini meningkat dari Januari 2012 yang sebesar 53,60 persen," ujarnya. (VIVA)