"Masih berbeda pandangan dengan masyarakat Yogya," kata Sultan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 19 Januari 2011. "Yang memilih itu kan masyarakat Yogya, bukan saya," kata Sultan.
Sultan sendiri menyatakan, aspirasinya sendiri baru diungkap nanti usai diundang DPR. "Saya tidak punya komentar, itu hak menentukan legislasi di DPR. Nanti saja, setelah saya dipanggil," katanya.
Sultan sendiri menyatakan, sudah ada empat draf RUU Keistimewaan Yogyakarta, di mana yang keempat adalah draf yang diajukan Pemerintah. "Dari Yogya sudah mengajukan," kata Sultan.
Sementara itu, Dewan Perwakilan Daerah kembali melansir penolakan mereka atas draf RUUK Yogyakarta usulan pemerintah. Anggota DPD asal Yogya, Hafidh Asram, menyatakan draf pemerintah itu justru mengotak-atik Yogya yang sudah tenteram.
"Padahal masih banyak masalah lain yang perlu diprioritaskan penyelesaiannya oleh pemerintah," ujar Hafidh dalam konferensi pers, Rabu 19 Januari 2011.
Hafid mengungkapkan, survei terakhir Universitas Gadjah Mada menemukan 75 persen rakyat Yogya mendukung penetapan. Survei serupa oleh UMY bahkan 93 persen mendukung penetapan. "Dengan metode yang berbeda, survei UGM terbaru, 97 persen masyarakat Yogya mendukung penetapan," ujarnya. "Kemarin yang ikut demo-demo itu masyarakat dari kampung-kampung," ujarnya.
Senada, anggota DPD asal Jawa Tengah, Denti Eka Pratiwi mengatakan draf versi DPD yang mendukung penetapan Sultan lebih mengakomodir aspirasi masyarakat. "Keistimewaan bukan diberikan pada Sultan tapi Daerah Yogyakarta. Gubernur utama justru berpotensi menimbulkan konflik," ujarnya.
I Wayan Sudirta, anggota DPD asal Bali mengatakan, penetapan tidak bertentangan dengan prinsip NKRI. Menurutnya, tidak harus ada penyeragaman, karena penyeragaman justru bertentangan dengan NKRI. "Walaupun Sultan ditetapkan, dia kan mengikuti aturan, DPRD nya kan juga ada," ujarnya. (VIVAnews)