Kekerasan Atas Nama Agama Bukti Menangnya Liberalisme di Indonesia
Jakarta - Maraknya aksi kekerasan berbau SARA menjadi bukti menangnya liberalisme di Indonesia. Negara tidak boleh pasif menanggapi kejadian berulang ini.
"Kejadian kekerasan yang berbau agama ini adalah bukti menangnya liberalisme terhadap posisi yang dimonopoli negara. Negara mempunyai monopoli terhadap penegak hukum, sehingga negara tidak boleh mengalah atau menyerah terhadap aksi liberalisme," kata Ketua Umum Persatuan Alumni Gerakan Nasional Nasional Indonesia (PA GMNI) Dr Soekarwo.
Pernyataan PA GMNI itu merupakan sikap atas insiden di Cikeusik, Pandeglang, dan Temanggung, Jawa Tengah, yang diungkapkan dalam jumpa pers di Restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (10/2/2011)
Sukarwo menegaskan, seharusnya negara benar-benar menjamin dan melindungi keamanan setiap warganya karena merupakan salah satu syarat berdirinya sebuah negara.
"Kejadian ini adalah pelanggaran terhadap kontrak sosial yang sudah disepakati di awal berdirinya negara ini," ujarnya.
PA GMNI berharap permasalahan kekerasan itu dituntaskan hingga ke akarnya. Menurutnya, kalau memang penuntasan masalah ini dengan membubarkan aliran tertentu, kenapa tidak.
"Akarnya harus diangkat dulu, jangan solusinya ad hoc. Kami ingin akar permasalahannya yaitu liberalisasi harus diselesaikan," imbuh Gubernur Jatim ini.
Terhadap kelompok yang bandel, Sukarwo setuju dibubarkan saja. "Saya setuju bila dibubarkan, karena sudah berkali-kali diingatkan tapi terus saja seperti itu," ujarnya.
Namun begitu, PA GMNI tetap mengutuk keras pelaku kekerasan karena kekerasan melanggar hak azasi manusia (HAM).
Kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia, diharapkan bersama-sama menguatkan posisi UUD 1945. Masalah ini harus segera diselasaikan dengan musyawarah dan mufakat.
"Apabila Presiden sudah bersikap tegas maka harus ditandaklanjuti oleh aparat, kalau tidak masalah ini akan berulang-ulang lagi. Maka itu kami medesak dan berharap para tokoh nasional duduk dan konsensus bersama untuk menemukan solusi karena Indonesia senang dengan upaya musyawarah dan mufakat," ujarnya. (lia/nrl)(detikNews)