Selain melapor ke polisi, Jokowi, panggilan akrab walikota Solo itu juga melayangkan surat kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, untuk menerjunkan tim dari
Direktorat Museum Direktorat Sejarah dan Purbakala melakukan inventarisasi, dokumentasi dan regrestrasi total atas seluruh benda cagar budaya yang tersimpan di museum yang didirikan oleh KRA Sosrodiningrat IV pada 121 tahun silam tersebut.
"Pak Wali berharap pembiayaan untuk kepentingan inventarisasi menyeluruh itu menggunakan dana APBN, dan APBD sifatnya hanya membantu. Nantinya seluruh hasil kajian dan inventarisasi itu akan diumumkan ke masyarakat. Paling tidak 2012 sudah harus rampung," tegas Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Solo, Purnomo dalam jumpa pers bersama Komite Museum di topengan Museum Radya Pustaka.
Permintaan Wali kota Solo untuk pengiriman tim peneliti dari Direktorat Museum Direktorat Sejarah dan Purbaka telah mendapatkan jawaban langsung, dengan dikirimkannya tiga orang, satu di antaranya dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala ( BP3 ) Jawa Tengah, yang sudah harus datang di museum tertua milik Indonesia itu pada Jumat ( 11/2) ini.
Sementara Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan BP3 Jateng, Gutomo yang ikut hadir menyatakan, segala persoalan yang mencuat di Museum Radya Pustaka dimungkinkan akan terus terjadi, mengingat situasi amburadul itu sudah terjadi jauh sebelum hadirnya Komite Museum Radya Pustaka selaku pengelola pada tiga tahun silam.
"Dari hasil inventarisasi yang dilakukan 2008, yang baru fokus pada arca batu, arca perunggu dan keramik kuno saja sudah menyembulkan persoalan, sebab ternyata sebagian besar sudah dipalsukan. Seperti arca perunggu dari 80 arca, 50 diantaranya palsu. Kami khawatir nanti ketika inventarisasi dilanjutkan ke benda cagar budaya lain, akan bermunculan kasus yang sama," tegas dia.
Joko Daryoto, salah satu anggota Komite Museum menyatakan, terkait kasus yang diteriakkan dalang Ki Jlitheng Suparman ini, pihaknya hanya bisa pasrah. " Ya karena
ketika masuk sebagai Komite Museum, kondisinya sudah seperti ini. Kami mengetahui itu sudah tidak asli, ketika akan melakukan ngisis wayang pada dua tahun silam, dan kemudian kasusnya menjadi besar ketika ada dalang melihat langsung," tegas Joko.
Karena sudah diperintah Walikota Jokowi untuk melapor ke polisi, maka Komite Museum pada Kamis siang (10/2) beramai-ramai ke kantor Polresta untuk melaporkan secara resmi kasusnya. Kasus hukum yang akan dibongkar polisi, diharapkan akan menuntaskan segala permasalahan yang ada di museum, walau sedikit terbersit keraguan.
Sebab, pihak Polresta Solo sendiri sejauh ini sebenarnya masih menyisakan pekerjaan, ketika pengusutan kasus arca perunggu yang sudah berlangsung sejak 2008 silam, sampai sekarang tidak ada kejelasan. Bahkan Sandjata, anggota Komite Museum lainnya menyatakan, polisi akan semakin lelah kalau nanti akan muncul laporan lain dari pihak museum dari berbagai persoalan yang masih segudang.
Sementara itu hasil pertemuan para seniman dalang dan seniman tradisi lain yang juga dihadiri Kasatreskrim Kompol Edhei Sulistyo mendorong, agar untuk memudahkan pengungkapkan dan sekaligus menjauhkan Museum Radya Pustaka dari permasalahan yang tiada akhir, menelurkan kesimpulan perlunya ritual khusus, semacam wayang ruwat.
" Menariknya, permintaan adanya ritual budaya melalui wayang ruwat itu malah datang pertama kali dari Pak Edhei. Dan forum rapat yang digelar menyetujui diadakannya prosesi ritual untuk membersihkan museum dari segala anasir hitam yang melingkupi," ungkap dalang Ki Manteb Soedharsono.
Ki Jlitheng Suparman yang menjadi salah satu inisiator pertemuan rapat para seniman mengatakan, untuk menuntaskan persoalan pemalsuan yang terjadi di Radya Pustaka tiada pilihan lain harus diserahkan ke polisi. Forum rapat para seniman sangat setuju dan mendukung polisi untuk segera bergerak.
"Kalau wali kota ternyata sudah meminta Komite Museum untuk lapor, ini jelas permulaan bagus. Harus kita berikan dukungan sepenuhnya. Mudah-mudahan siapa dalang dibalik segala kasus pemalsuan bisa segera dibongkar," tandas Jlitheng kepada Media Indonesia. (FR/OL-12)(MICOM)