Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
copyright . 2015 @ majalahbuser.com
Kediri - majalahbuser.com,  Musim kemarau di Desa Ngetrep tidak berbeda dengan desa lainnya di Kabupaten Kediri. Terik matahari yang panas dan menyengat, hujan yang belum turun sekalipun juga banyak penampakan pohon mulai meranggas.

Namun satu hal yang aneh dan berbeda adalah saat puncak musim kemarau warga Desa Ngetrep justru sedang menanam padi !

Tidak seperti daerah lain, debit air irigasi yang mengairi sawah di Desa Ngetrep terbilang cukup lancar dan teratur.
Oleh karena itu warga dapat menanam padi, jagung dan sayuran tanpa terkendala dengan air.
Selasa, 20 Oktober 2015

“ Tarto “ Penemu Air Penghidupan Warga Desa Ngetrep
Aliran air irigasi ini berasal dari puncak Gunung Wilis yang dialirkan melalui pipa hingga lahan pertanian warga. Pembuatan pipa ini didanai murni dengan swadaya warga dan dikerjakan secara gotong royong oleh warga Desa Ngetrep sendiri yang dimulai sejak tahun 2010.

Tokoh masyarakat yang berperan besar mengubah cerita desa yang kering dan tandus ini menjadi produktif, subur dan maju adalah Tarto . Berawal dari keprihatinan Tarto melihat para petani warga Desa Ngetrep terutama di Dukuh Tumpak Pelem, Dusun Beruk lahan pertaniannya selalu kekeringan ketika musim kemarau sehingga tidak bisa mendapatkan hasil dari pertaniannya yang berakibat roda perekonomian warga berjalan sangat lambat.

“Setiap kemarau warga hanya bisa pasrah karena tidak ada air ,sehingga saya muncul angen-angen (ide) untuk mengalirkan air dari puncak gunung wilis ke lahan pertanian. Kalau ide saya nantinya berhasil akan dapat meningkatkan ekonomi warga didesa ini yang rata- rata hidup sebagai petani, karena hasil pertaniannya akan lancar yang didukung dengan air yang cukup sepanjang waktu.“ Tutur pria kelahiran 40 tahun lalu ini.

“Lalu saya melihat Sungai Catut yang ada di batas desa ini selalu teraliri air kendati kemarau. Dari sini saya lalu menyisir Sungai Catut hingga puncak wilis guna memastikan sumber airnya, ternyata debet airnya sangat besar dan dapat menjadi sumber kehidupan warga Desa Ngetrep.” Kenang ayah dua anak ini.

Tarto selanjutnya menceritakan kepada semua warga didesanya setelah menemukan sumber air, dirinya mengajak berkumpul warga guna merealisasikan idenya. Disini lalu muncul pro dan kontra dalam mewujudkan ide tersebut. Sebagian warga beranggapan ide tersebut konyol karena melihat susahnya medan yang harus dilewati saat pengerjaan pemasangan pipa.

“Namun akhirnya tercapai kata sepakat untuk dikerjakan pemasangan pipa, setiap kepala keluarga urunan 1 juta guna biaya pembelian pipa dan pengerjaannya dilakukan secara gotong royong oleh warga selama 26 hari tanpa upah. Ini bukan hal mudah karena sebagian besar warga adalah ekonomi lemah, namun semangat mereka ternyata melibas semua itu.” Jelas lulusan kejar paket C ini kepada Kominfo . Senin (19/10).

Akhirnya setelah melalui perjuangan yang melelahkan, pipa saluran air efektif digunakan mulai 2010. Dari penuturan tarto, Pipa ini membentang sepanjang 8.789 meter dan dapat mengairi lahan pertanian seluas 60 hektar. Setiap lahan warga dapat dialiri secara teratur setiap 14 hari selama 6 jam dengan tarif 10 ribu rupiah.

“Sekarang warga merasa senang lahan pertaniannya dapat terus ditanami karena selalu mendapat air secara teratur sepanjang tahun. Pernah salah satu warga yang saat itu panen padi dua ton, yang satu ton diberikan kepada saya. Saya ikut bahagia melihat perubahan ini, karena warga desa kami turun temurun mengkonsumsi tiwul sehingga akhirnya bisa panen padi adalah sesuatu yang luar biasa.” Tutur Tarto.

Dengan adanya perubahan ini, tidak hanya pertanian warga yang berkembang baik. Namun juga usaha ternak berbanding lurus menunjukan grafik yang positif. “setiap petani kini punya ternak sapi yang sebelumnya tidak bisa, karena ternak sapi juga butuh air banyak dan jaminan adanya makanan ternak.” Kata Tarto.

Perjuangan Tarto tidak berhenti sampai disini. kini dirinya mendorong warga dusun tumpak pelem untuk membudidayakan tanaman cengkeh. “hal ini karena tanaman cengkeh sangat cocok tumbuh didataran tinggi dan punya nilai ekonomis tinggi. Daun keringnya saja laku Rp.2.500,-/kg, gagangnya Rp.9.000,-/kg dan terutama yang sangat menjanjikan adalah bunganya Rp.97.000,-/kg, padahal tiap pohon bisa menghasilkan bunga 20 sampai 25 kg.” paparnya.

“Alhamdulillah dengan meningkatnya ekonomi warga ,bedampak pula pada tingkat pendidikan warga desa kami. Sekarang sudah banyak orang tua yang bisa membiayai anak- anaknya kuliah. Lulusan SMA juga sudah banyak. Semoga ini menjadi langkah awal yang baik kebangkitan warga Desa Ngetrep untuk maju dan menjadi desa yang mandiri.” tandas Tarto. ( ADV )
      Berita Nasional :