Jakarta – Pergolakan di Laut China Selatan antara China dengan beberapa negara yang juga mengklaim perairan tersebut semakin memanas. Hal ini terkait dengan sikap China yang semakin memperkuat ekonomi, politik dan militer di wilayah tersebut. China juga melakukan tindakan militisasi dengan melakukan reklamasi lahan skala besar dan konstruksi di perairan.
Menanggapi tindakan China itu, pengamat Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, meminta pemerintah Indonesia harus meningkatkan hak kedaulatan wilayah di zona maritim, Meskipun Indonesia bukan merupakan negara claimant state, Indonesia mempunyai hak atas sengketa daulat atas perairan Natuna dengan China, terutama di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
"Pihak Angkatan Laut, KKP dan Kementerian Luar Negeri RI harus tegas terhadap ZEE dan tidak bisa diam saja. Jika Indonesia tidak protes, sama artinya dengan membiarkan bahwa Perairan Natuna merupakan traditional fishing ground China," ujar Hikmahanto dalam Seminar Nasional tentang Klaim 9-Dashed Line Tiongkok, di Kampus Salemba UI, Senin, 13 Juni 2016.
Hal ini berkaitan dengan penangkapan kapal nelayan China oleh Kementerian KKP dan Angkatan Laut beberapa waktu lalu, yang masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Menurut Hikmahanto, kejadian ini yang kemudian mendapat protes dari Pemerintah China, yang mengindikasikan bahwa China ingin menegaskan 9-Dashed Line atau Sembilan Garis Putus-putus dengan Indonesia.
"Dari indikasi insiden penangkapan nelayan China di ZEE, mengindikasi bahwa Pemerintah China mengatakan bahwa harusnya nelayan China tidak diproses hukum, karena masih berada dalam wilayah traditional fishing. Muncul indikasi bahwa ada seolah ada tumpang tindih 9-dashed line yang bersinggungan dengan ZEE," kata Hikmahanto.
Menurutnya, klaim China atas Sembilan Garis Putus-putus tersebut tidak berdasar dan tidak jelas koordinatnya. Pemerintah China sebelumnya menentukan garis batas tersebut berdasarkan histori. Kendati demikian, Indonesia hingga saat ini secara resmi tidak mempunyai overlaping klaim dengan Pemerintah China atas wilayah Laut China Selatan.
Luhut: Sengketa LCS, Indonesia Tak Akui 9 Garis Putus China
Menkopolhukam RI, Luhut Pandjaitan, mengatakan posisi Indonesia dalam permasalahan sengketa di wilayah Laut China Selatan adalah tidak mengklaim 9 dashed lines atau garis putus-putus (garis perbatasan yang diklaim China) wilayah LCS itu.
"Posisi Indonesia kan jelas ya, kita tidak akui 9 garis putus itu dan kita tidak ingin ada power projection di situ (wilayah LCS)," kata Luhut ketika ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Senin 13 Juni 2016.
Di samping itu, Luhut menegaskan, Indonesia dalam pertikaian kawasan ini juga terus menyerukan adanya freedom of navigation atau kebebasan bernavigasi skala internasional, sehingga wilayah jalur perdagangan itu bisa dilalui oleh semua pihak. "Kita juga harus tetap ada freedom of navigation," katanya.
Sebagaimana diketahui, isu sengketa Laut China Selatan saat ini terus meningkatkan ketegangan antara negara pengklaim seperti China, Filipina, Vietnam, Brunei dan Malaysia. China mengklaim hampir sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang merupakan salah satu jalur perdagangan yang paling banyak dilewati oleh kapal perdagangan dari seluruh dunia. (viva)