Jakarta – Adanya kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang diatur pemerintah menimbulkan kekhawatiran di masyarakat sebagai wajib pajak. Sebab, pemerintah telah menetapkan batas akhir pengajuan permohonan tax amnesty bagi wajib pajak adalah 31 Maret 2017. Lewat dari masa itu, akan ada sanksi 200 persen dari tarif normal yang harus dibayarkan.
Komisioner Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih, mengkhawatirkan kebijakan ini akan membuka peluang terjadinya negosiasi antara wajib pajak dengan petugas pajak, demi menghindari sanksi besar tersebut.
"Kan banyak orang yang sudah terutang pajak, kemudian melihat potensi ini dia akan menggunakan tax amnesty, tetapi mungkin pas dia akan menggunakan kemudahan ini mungkin ada negosiasi tertentu. Itu yang kami cemaskan," ujarnya dalam acara Implementasi Tax Amnesty Rentan Terhadap Maladministrasi, di kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta Pusat, Jumat, 9 September 2016.
Selain itu, ia juga mencemaskan adanya penundaan pengurusan tax amnesty oleh petugas pajak. Padahal, wajib pajak ingin prosesnya bisa berjalan cepat.
"Jadi dua hal itulah masalah delay (penundaan) pengurusan dan penyimpangan-penyimpangan, walaupun sampai saat ini kami belum memiliki laporan tentang itu. Tapi kita antisipasi sehingga kantor perwakilan kota akan standby," ujarnya menambahkan.
Achmad menambahkan, Ombudsman RI telah memiliki 33 kantor perwakilan di seluruh Indonesia untuk memudahkan masyarakat memberikan pengaduan. Terutama wajib pajak yang mengalami masalah maladministrasi di kantor pajak terkait tax amnesty.
"Kita ada 33 kantor ombudsman yang siap menerima pengaduan. Silakan masyarakat adukan saja kalau ada masalah pelayanan atau maladministrasi terkait tax amnesty."
Untuk itu, ORI mengundang Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama, agar memberikan penjelasan secara rinci tentang tax amnesty. (mus/viva)