Jakarta -- Penyelenggaraan ujian nasional direncanakan untuk dihentikan sementara pada 2017. Namun, penerapan rencana itu masih menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.
"Sudah tuntas kajiannya dan kami rencana (UN) dimoratorium. Sudah diajukan ke Presiden dan menunggu persetujuan Presiden," kata Muhadjir di kantor Kemendikbud, Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Jumat (25/11/2016).
Dia mengatakan alasan moratorium UN adalah karena pada saat ini UN berfungsi untuk pemetaan dan tidak menentukan kelulusan peserta didik. Kemendikbud ingin mengembalikan evaluasi pembelajaran siswa menjadi hak dan wewenang guru, baik secara pribadi maupun kolektif.
"Negara cukup mengawasi dan membuat regulasi supaya standar nasional benar-benar diterapkan di masing-masing sekolah," kata Muhadjir.
Rencana moratorium tersebut juga menyesuaikan dengan peralihan kewenangan pengelolaan sekolah menjadi milik pemerintah daerah. "Jadi nanti untuk evaluasi nasional itu SMA/SMK diserahkan ke provinsi masing-masing, untuk SD dan SMP diserahkan ke kabupaten atau kota," ucap Muhadjir.
Muhadjir juga mengatakan pemetaan berdasarkan hasil UN telah menunjukkan ada 30 persen sekolah yang sudah berada di atas standar nasional, sementara sisanya belum memenuhi standar tersebut.
"Kalau sudah tahu dengan (pemetaan) melalui UN ternyata sekitar 30 persen saja yang bagus, maka kami harus melakukan pembenahan-pembenahan dulu," kata dia.
Kemendikbud akan membenahi sekitar 70 persen sekolah agar didongkrak melampaui standar nasional secara bertahap, dimulai dari yang paling di bawah standar. Aspek-aspek yang ditingkatkan dalam pembenahan tersebut antara lain kualitas guru, proses bimbingan dan pembelajaran, revitalisasi sekolah, dan lingkungan.
Muhadjir mengatakan biaya pembenahan sekolah yang masih di bawah standar tersebut menggunakan anggaran yang seharusnya digunakan untuk pelaksanaan ujian nasional.
"Orang tua tidak perlu stres (tentang UN). Saya masih mengajukan ke Presiden, karena pertama-tama masih harus ada Instruksi Presiden soal UN," ucap Muhadjir.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti mengapresiasi langkah pemerintah. "Hal itu menunjukkan pemerintah patuh pada putusan pengadilan dan menghargai hukum," ujar Retno.
Pakar evaluasi Elin Driana mengingatkan pemerintah supaya perubahan UN tidak dilakukan secara mendadak. Perlu ada sosialisasi terlebih dahulu. (berbagai sumber/bsr1)