"Kami menyadari bahwa propinsi Papua merupakan wilayah Negara Kesatuan RI. Oleh karena itu, jika ada warga masyarakat yang melakukan upaya-upaya melalui kegiatan yang mengarah upaya memisahkan diri dari NKRI, ini adalah suatu perbuatan melawan hukum terhadap hukum positif negara. Oleh karena itu, adalah kewajiban bagi aparatur negara untuk menegakkan konstitusi untuk menegakkan aturan-aturan hukum negara," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri, Kombes (Pol) Boy Rafli Amar, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (22/10/2011).
Penerapan aturan hukum ini untuk memberi kejelasan dan ketegasan kepada masyarakat, bahwa tak ada ruang bagi pelaku makar karena melanggar hukum.
Sebagaimana diberitakan, kepolisian dibantu anggota TNI menangkap sekitar 360 dari ribuan orang yang mengikuti Kongres Rakyat Papua III yang berlangsung di Lapangan Zakeus, Abepura, Jayapura, Papua, Rabu (19/10/2011). Dalam proses penangkapan itu, petugas melepaskan tembakan peringatan. Sehari setelah kongres, warga menemukan tiga mayat di sekitar lokasi kongres.
Dari pemeriksaan, polisi menetapkan 5 orang sebagai tersangka makar dan seorang lainnya menjadi tersangka karena kepemilikan senjata tajam. Kelima tersangka makar tersebut, yakni Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut, Edison Gladius Waromi, August Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, dan Selpius Bobi.
Kelima tersangka dikenakan pasal makar, karena penyelenggaraan kongres tersebut diisi dengan pendeklarasian pembentukan negara Federasi Papua Barat, pengibaran bendera Bintang Kejora, penetapan Forkorus sebagai presidennya dan Edison sebagai perdana menterinya.
Boy menegaskan, Polda Papua dibantu tim dari Mabes Polri masih mengembangkan kasus makar ini, termasuk investigasi temuan tiga mayat tersebut.
"Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan penegakan hukum yang dilakukan nanti proses penyidikan secara terbuka," tukasnya. (Tribunnews)