“Ada surat resmi dari Mabes Polri meminta bantuan Ali Imron. Saya tidak hafal persis isi suratnya, nomornya, dan pejabat siapa yang menandatanganinya. Tapi yang jelas, surat itu ada dan estimasi saya Ali Imron sudah sekitar 4 tahun berada di luar Lapas Kerobokan,” ujarnya. Siswanto sendiri yakin jika Ali Imron--yang divonis hukuman seumur hidup--belum pindah ke Lapas lain karena dokumen perpindahan tahanan tidak ada. Dia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak dalam posisi mencari tahu di mana keberadaan Ali Imron sekarang.
Konfirmasi serupa dinyatakan Kementerian Hukum dan HAM. "Benar, saat ini Ali Imron ada bersama Mabes Polri, kepentingannya untuk pengembangan kasus," kata Juru bicara Ditjen Lapas Akbar Hadi Prabowo, Minggu, 2 Oktober 2011. Mengenai keberadaan Ali Imron selama di Jakarta, Akbar meminta untuk mengkonfirmasikannya kembali ke pihak Mabes Polri. "Silakan dikonfirmasi ke Polri, selama di Jakarta dimana Ali Imron berada," ujarnya. Namun, saat dimintai tanggapan, Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Ketut Untung Yoga Ana, belum bersedia memberi keterangan. "Belum saatnya Mabes Polri bicara," kata dia, Minggu siang.
Membantu Polri
Pengamat terorisme, Al Chaidar menilai, peran Ali Imron cukup besar dalam usaha pemerintah memberantas terorisme. “ "Ini memancing dengan menggunakan kawan, saya rasa itu cukup efektif," kata dia, saat dihubungi Minggu 2 Oktober 2011. Al Chaidar mengatakan, ada pemahaman dan bahasa yang digunakan terbatas pada kalangan pelaku teror. Itu tidak dipahami kelompok luar, termasuk polisi. "Meski kepolisian mengerti bahasa mereka gunakan, namun itu terbatas karena mereka tidak biasa menggunakannya setiap hari."
Yang patut diperhitungkan, tak hanya menyesali perbuatannya selama persidangan, Ali Imron juga secara sadar bekerja 'menjinakkan' temannya’ yang lain, yang masih terjebak dalam lingkaran teroris. "Ali memiliki peran yang cukup sentral. Kebanyakan pihak melihat apa yang dilakukan oleh Ali Imron itu sebuah persyaratan (agar hukumannya ringan), tapi perdebatan seperti itu sampai sekarang ini memang belum selesai," kata peneliti gerakan Islam radikal, yang pernah menulis buku tentang Darul Islam, dan seputar gerakan Islam radikal pasca SM Kartosoewiryo ini.
Namun, harus diakui ada kemajuan dalam pemberantasan terorisme setelah Ali Imron digandeng pihak kepolisian. "Dari generasi dan angkatannya sudah banyak yang ditangkap berkat Ali Imron, dan juga Nasir Abbas. Bisa dikatakan itu cukup efektif," kata Al Chaidar. Sikap kooperatif Ali Imron seharusnya mendapat dukungan. "Saya kira pasti dapat remisi, grasi, abolisi, karena dengan kesadaran penuh memberikan perhatian lebih. Amnesti juga bisa. Hukum sesungguh tidak perlu terlalu kaku, kalau tidak kita akan ketinggalan zaman," Al Chaidar menambahkan.
Dihubungi terpisah, mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas menilai, upaya pihak kepolisian menggunakan Ali Imron sah-sah saja. "Statusnya kan dipinjam oleh kepolisian untuk kepentingan kasus teror, saya kira seharusnya memang Ali Imron itu diberi peluang untuk memberikan informasi. Apalagi saat ini dia sudah sadar dan tidak mau mengulangi lagi aksi teror seperti dulu," dia menegaskan. Nasir mengungkapkan kondisi kejiwaan Ali Imron saat ini sudah stabil. Untuk itu, sebaiknya dia diberi fasilitas untuk berperan lebih. Bukan hanya dalam hal mengungkap jaringan teroris, namun dia juga diberi kesempatan untuk menuntun terpidana teror lainnya.
"Berilah dia fasilitas dan peran untuk memberikan nasihat kepada pelaku lainnya. Upaya ini tentu ada positifnya," tuturnya.
Lebih berguna jika bebas
Soal kabar Ali Imron ‘dipinjam’ Polri, keluarganya tak sepakat dengan istilah itu. Adiknya, Ali Fauzi berpendapat lain. "Bukan dipinjam, tapi untuk efektivitas saja, kalau dia di Jakarta kan lebih mudah," tambah dia saat dihubungi VIVAnews.com, Minggu 2 Oktober 2011. "Nggak ada itu kepentingan (polisi)." Ia mengaku, terakhir kali ia berjumpa dengan Ali Imron empat bulan lalu. "Dia ada di Jakarta, di Polda tepatnya bersama dengan 15 tahanan lainnya. Saya terakhir empat bulan lalu menjenguk dia di Polda," tambah Fauzi.
Adik bungsu Amrozi, Muklas, dan Ali Imron ini menceritakan, terakhir bertemu, kakaknya dalam kondisi baik-baik saja. "Karena sudah hampir 9 tahun (dipenjara). Dia sudah nggak kerasan di penjara. Apalagi teman- temannya yang di Malaysia sudah keluar," tambah dia. Fauzi berharap, Ali Imron segera dibebaskan. "Karena bila di luar dia bisa lebih bermanfaat. Karena dia sadar, dia bisa berdakwah, melakukan kegiatan deradikalisasi, memberikan pesan kepada teman-temannya yang masih radikal agar kembali ke jalan yang benar.” Keyakinan Fauzi bahwa Ali Imron sudah sadar bisa dilihat dari beberapa kemunculannya di media. "Yakin betul, sudah sangat sadar. Dia beberapa kali bicara di media, ketika ada bom, dia tampil membantah kalau aksi bom tersebut rekayasa Intelijen. Dia juga buat buku "Ali Imron Sang Pengebom", tambah dia.
Melalui buku itu, Ali Imron membeberkan kesalahan-kesalahan yang dia lakukan. "Bukan main, akhirnya buku tersebut banyak menjadi rujukan para analis dan ahli," Ali Fauzi menambahkan. Ia juga menyayangkan hukuman seumur hidup yang dijatuhkan pada Ali Imron. "Sistem peradilan di Indonesia ini, walaupun dia menyadari kesalahannya, tetap tidak berguna. Padahal apa yang di lakukan Ali sudah sangat membantu sekali," kata dia. Ali Fauzi menambahkan, semestinya Ali Imron mendapat remisi, hukumannya dikurangi. "Wong koruptor saja pada dapat remisi kok, kenapa Ali tidak. Padahal di Malaysia, kalau sudah sadar dan banyak membantu bisa dikeluarkan (dari penjara).” Seandainya Ali Imron bebas, apakah keluarga akan menerimanya? "Sangat menerima. Kami selalu berharap kedatangan beliau, setiap malam Jumat kami selalu mendoakan dia agar selalu diberi kesehatan dan bisa kembali berkumpul," tambah Ali Fauzi.
Pada tahun 2003 Ali Imron alias Alik alias Toha alias Mulyadi divonis hukuman penjara seumur hidup. Vonis sama dijatuhkan pada pelaku lain, Mubarok. Majelis hakim yang diketuai Lilik Mulyadi menyatakan dia terbukti sah, dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme. Ale--panggilan Ali Imron--dinyatakan ikut merencanakan dan meledakkan bom di Legian, Kuta, Bali. Dia disebut pernah mengikuti pertemuan di Solo, melakukan survei di Bali, meracik bom serta mengantarkan bom ke Jalan Legian, 12 Oktober 2002 dengan mobil L-300. Dia juga telah menyeret 12 orang dari Kalimantan karena ikut menyembunyikan dirinya. Keputusan ini lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni 20 tahun bui. Namun, dibanding trio Bom Bali--Amrozi, Imam Samudra, dan Mukhlas yang divonis mati--hukuman untuk Ali Imron terbilang relatif ringan. Berbeda dengan dua kakaknya, dalam persidangan, ia mengaku menyesali perbuatannya.
Tak hanya diwawancara televisi, Ali Imron juga muncul sebagai tokoh komik, ‘Ketika Nurani Bicara’. Di komik terbitan LSM Lazuardi Biru ini, diketengahkan perjalanan Ali Imron saat terlibat Bom Bali 2002, penangkapan, dan rasa penyesalannya. Juga harapan agar generasi muda tak mengikuti jejaknya. (np) (VIVAnews)