Untuk menggambarkan penderitaan petani, Arif Syaifudin salah seorang pengunjuk rasa melakukan aksi ngesot di jalan.
Aksi tersebut dipusatkan dipertigaan kampus UMS Jalan A Yani, Kartosuro. Puluhan mahasiswa keluar berjalan dari kampus dan menuju pertigaan tersebut yang jaraknya hanya beberapa meter. Arif yang mengenakan caping bak seorang petani, berjalan ngesot bahkan merangkak di tengah jalan.
"Aspalnya lumayan panas, kulit saya rasanya seperti terpanggang. Tapi tak masalah, aksi itu untuk menggambarkan penderitaan petani," kata Arif Jumat (23/9/2011).
Sambil berjalan ngesot hingga merangkak, ia memohon belas kasihan pada dua orang pejabat berjas lengkap dengan dasi. Namun bukannya diberi bantuan, dua orang pejabat tadi malah menginjak-injak dan menendangnya bertubi-tubi. Ia pun terkapar di tengah jalan.
"Dua pejabat tadi kami ibaratkan SBY dan kroninya. Mereka sama sekali tak pernah bisa mensejaterakan petani, justru malah menyiksa. Harga pupuk mahal, perampasan tanah, hingga impor pangan yang terus berlangsung. Para petani menjadi sengsara," katanya lagi.
Dalam orasinya di depan puluhan rekannya yang membawa berbagai macam spanduk, M Fakrial Aulia salah seorang mahasiswa peserta demo meminta Presiden SBY untuk segara mundur. Sebab hingga peringatan Hari Tani Nasional 24 September tahun ini, SBY tetap tak bisa memperbaiki nasib petani.
"Kami menuntut rezim neolibarisme SBY segera turun dan tegakkan kedaulatan rakyat. Hentikan juga impor pangan yang merugikan rakyat. Petani Indonesia harus disejahterakan," katanya sambil memegang pengeras suara.
Aksi unjuk tersebut berjalan lancar di tengah pengawalan ketat sejumlah aparat kepolisian. Meski sempat membuat arus lalu lintas menjadi terhambat, aksi tak sampai mengganggu pengguna jalan.
Selama sekitar 20 menit, para mahasiswa menyampaikan aspirasi dan tuntunya. Spanduk cukup besar bertuliskan "Turunkan Rezim Neolib SBY" mereka bentangkan selama aksi berlangsung. Para mahasiswa lantas membukarkan diri secara tertib dan kembali ke kampus. (Tribunnews)