Dia meminta sekolah dan lembaga penyiaran untuk menghormati simbol negara. "Itu penting. Harus dihormati. Itu merupakan bagian dari ketahanan nasional yang perlu diperhatikan," ujarnya, Jumat, 10 Juni 2011.
Namun, dia meminta setiap perbedaan pendapat tidak langsung dipatahkan. "Perlu sosialisasi oleh bidang yang berkepentingan secara langsung,” ujar anggota Komisi III DPR itu.
Ketua Komisi Agama Dewan Perwakilan Rakyat Abdul Kadir Karding menilai, Indonesia Raya dan Merah Putih adalah lagu dan bendera nomor satu untuk segenap bangsa Indonesia. “Masak menghargai kebangsaan diharamkan?,” ujarnya, Kamis, 9 Juni 2011.
Karding lalu mempertanyakan, apakah tindakan berbakti kepada negara dan orang tua bisa diartikan sebagai menyembah negara dan orang tua. Dia meminta pemerintah membina masyarakat agar pemahaman agama tak dangkal sehingga merusak kehidupan bernegara.
Kamis, 9 Juni 2011, terungkap sejumlah sekolah di Karanganyar, Jawa Tengah, di antaranya SMP Al Irsyad, disinyalir tidak mau hormat terhadap bendera merah putih. Sekolah tersebut beralasan menghormat bendera merah putih tidak sesuai syariat Islam.
Selain itu, radio komunitas Ibnul Qoyyim di Balikpapan, Kalimantan Timur, ditengarai enggan membuka dan menutup siaran dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Mereka juga beralasan bahwa pemutaran lagu kebangsaan tak sesuai syariat Islam. Padahal, dalam pasal 45 Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia disebutkan, lembaga penyiaran wajib membuka dan menutup siaran dengan lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Ketua Yayasan Al Irsyad Sutardi enggan berkomentar tentang masalah ini. Pada Kamis, 9 Juni 2011, dia hanya memberikan surat pernyataan bermeterai yang berisi 5 poin. Lima poin tersebut yaitu menyepakati bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati, kegiatan belajar mengajar sudah sesuai kurikulum Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional, siswa diajarkan menghormati bendera merah putih sesuai keyakinan, penghormatan terhadap bendera merah putih seperti dalam upacara akan dibicarakan lebih lanjut, dan menyatakan Negara Islam Indonesia sesat.
Pengelola Radio Komunitas Ibnul Qoyyim di Balikpapan, Kalimantan Timur, juga belum bersedia memberikan pernyataan soal tuduhan menolak memutar lagu kebangsaan Indonesia Raya. “Saya melarang semua pemuatan data dan gambar dari Radio dan Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim,” kata pengurus Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim Agus Herman, Jumat, 10 Juni 2011.
Sementara itu, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Budi Susilo Soepandji, meminta agar pemerintah tidak bertindak represif dalam menghadapi sekolah yang tidak bersedia hormat bendera. Menurut dia, pemikiran seseorang tidak dapat diubah dengan cara dihukum.
Dia mengungkapkan, ada banyak sekolah lain yang memiliki sikap serupa. Namun, Susilo enggan menyebut jumlah maupun lokasi sekolahnya. “Yang jelas kami telah memegang datanya,” ujarnya di Surakarta, Jumat 10 Juni 2011.
Menurut dia, kondisi itu harus disikapi secara serius. Sebab menunjukkan tanda-tanda penyerangan awal terhadap wawasan kebangsaan. Meski demikian, pemerintah tidak perlu melakukan tindakan represif. “Upaya represif maupun penjatuhan sanksi tidak menyelesaikan persoalan,” kata Susilo.
Pemerintah justru harus melakukan pendekatan sembari memberikan pemahaman mengenai empat pilar kebangsaan. Empat pilar itu adalah Pancasila, UUD Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Bhinneka Tunggal Ika. (Tempointeraktif )