Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya sudah menaikkan status istri mantan Wakil Kapolri Jenderal Purnawirawan Polisi Adang Daradjatun itu menjadi tersangka sejak akhir Februari lalu. Tetapi, baru hari ini KPK menyampaikannya di hadapan publik, di hadapan Komisi III Bidang Hukum DPR, komisi tempat Adang Daradjatun ditugaskan fraksinya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ironisnya, selama satu hari penuh ini, Adang yang juga mantan calon Gubernur DKI itu tidak terlihat selama rapat dengar pendapat antara Komisi III dengan pimpinan KPK.
Nunun diduga memberikan sesuatu kepada anggota DPR periode 1999-2004. Pada September tahun lalu, KPK menetapkan 26 anggota Dewan periode 1999-2004 menjadi tersangka. 26 Mantan anggota DPR itu berasal dari tiga fraksi, yakni Fraksi Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, dan Fraksi PPP. Mereka diduga menerima pemberian berupa cek perjalanan. Sebelum 26 mantan anggota Dewan itu, empat mantan anggota DPR lainnya sudah divonis dengan hukuman beragam. Hamka Yandhu, Dudhie Makmun Murod, Udju Juhaeri, dan Endin AJ Soefihara divonis antara satu hingga 2,5 tahun penjara.
Atas tuduhan itu, Nunun dijerat dengan pasal penyuapan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tapi di mana Nunun berada? Posisi terakhirnya berada di Singapura. KPK berupaya mengekstradisi Nunun dari Negeri Singa. Meski demikian, Busyro mengakui keberadaan Nunun tidak diketahui secara pasti. Terakhir, Nunun melalui pengacara dan keluarga disebut ada di Singapura untuk pengobatan penyakit lupa beratnya.
Bagitu sulitnya KPK menetapkan Nunun sebagai tersangka. Padahal, semua penerima uang suap sudah dijerat dan divonis. KPK tentu punya alasan. Prinsip kehati-hatian yang diterapkan KPK dalam menangani satu kasus bukan tanpa sebab. Hal ini menjawab pertanyaan sejumlah legislator yang menanyakan mengapa hanya penerima cek saja yang ditetapkan sebagai tersangka. "KPK harus bekerja sesuai undang-undang yang menyatakan tidak ada SP3 (Surat Penghentian Proses Penyidikan) di KPK, maka kami tidak bisa bekerja secara sembarangan atau menzalimi orang untuk dibawa ke ranah hukum," kata Busyro.
Pengacara Nunun Nurbaeti mempertanyakan pemberian status tersangka kepada kliennya. Alat bukti untuk menjerat Nunun Nurbaeti sebagai tersangka dinilai tidak kuat. "Menurut saya harus ada dua alat bukti," kata pengacara Nunun, Partahi Sihombing, dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, Senin 23 Mei 2011. Menurut Partahi, kliennya menjalani panggilan pertama Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2009. Partahi melanjutkan, panggilan pertama kliennya itu bukan dalam kapasitas sebagai saksi, melainkan hanya diminta klarifikasi.
Mengapa Nunun
Keterlibatan Nunun dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini beberapa kali disebut dalam persidangan Dudhie Makmun Murod cs. Dalam persidangan terungkap bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie cs berasal dari Nunun melalui Arie Malangjudo. Majelis hakim juga menilai, cek perjalanan yang diterima Hamka Yandhu cs berasal dari Nunun Nurbaeti Daradjatun. Pernyataan majelis hakim tertuang dalam pertimbangan vonis untuk Dudhie terkait kasus ini. Dudhie sendiri akhirnya divonis 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Salah satu anggota hakim, Slamet Subagio membacakan bahwa pada Juni 2004 sekitar pukul 10.00-11.00 WIB ada percakapan antara Nunun dan stafnya, Ahmad Hakim Safari atau Arie Malang Judo. Meski Nunun tidak bisa dihadirkan dalam sidang untuk mengonfirmasi percakapan ini, menurut Slamet, "Percakapan ini sudah dibenarkan oleh saksi Arie Malang Judo." Saat itu, dalam pertemuan di ruang kerjanya, Nunun mengatakan,"Tolong bantu saya memberikan tanda terima kasih kepada anggota Dewan," kepada Arie.
Arie semula mempertanyakan perintah itu kepadanya. "Lah, masak saya suruh office boy? Ini kan untuk anggota Dewan," jawab kata Hakim Slamet mengutip percakapan Nunun. Arie kemudian mengiyakan tugas itu. "Nanti bapak anggota ini akan menghubungi kamu," jawab Nunun sembari menunjuk ke tamu yang ada di ruang kerja Nunun. "Kalau begitu, kita sudah akur. Nanti akan ada kode merah, hijau, putih," kata Nunun lagi. Dudhie, menurut majelis hakim, lalu diperintahkan oleh Sekretaris Fraksi PDIP saat itu untuk bertemu dengan Arie Malang Judo di restoran Bebek Bali, Senayan.
Dalam pertemuan itu, Dudhie menerima Rp 9,8 miliar. Uang ini, menurut hakim, kemudian dibagi-bagi ke anggota Fraksi PDIP di Komisi Keuangan periode 1999-2004. Majelis hakim juga berkesimpulan bahwa Dudhie melakukan korupsi bersama-sama dengan anggota fraksi PDIP lainnya. Nunun tidak memenuhi panggilan sidang sebanyak tiga kali karena sakit.
Hakim kemudian memerintahkan untuk menghadirkan Nunun dalam persidangan. Namun hingga panggilan ketiga, jaksa KPK tidak dapat menghadirkan Nunun dalam persidangan dengan alasan sakit. Bahkan jaksa pun tidak pernah membacakan keterangan Nunun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, menyatakan Dudhie cs terbukti menerima cek pelawat. Hakim menegaskan bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie Makmun Murod cs berasal dari Nunun Nurbaeti Daradjatun.
Nunun dianggap merupakan saksi kunci dalam kasus ini. KPK terus melacak keberadaan Nunun. "Memang sulit, Singapura tidak seperti di sini," kata Busyro di Istana Kepresidenan, Jumat, 6 Mei 2011. Busyro beralasan, posisi Nunun yang diduga berpindah-pindah, menyulitkan KPK. Nunun diduga tidak menetap dalam waktu lama di satu lokasi di Singapura. KPK bahkan tidak bisa meminta bantuan Interpol untuk melacak keberadaan Nunun di Singapura. "Singapura tidak bisa. Kalau negara lain bisa," ujarnya.
Sementara, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M Jasin, mengatakan KPK terus mengembangkan keterlibatan Nunun dalam kasus itu. "Sedang kami kembangkan, artinya kasus ini belum berhenti," ucapnya. Jasin mengatakan KPK punya strategi baru untuk memburu Nunun. Namun Jasin enggan menyebutkan strategi apa yang dimaksud. "Strateginya nanti mentah kalau kami ngomong ke media," kata Jasin dengan nada tinggi. "Tidak semua strategi harus disampaikan ke media."
Adang Membantah
Adang Daradjatun membantah keras bahwa istrinya adalah penyalur uang suap kepada sejumlah anggota dewan itu. Adang menegaskan bahwa keluarga siap memberikan informasi kepada KPK. Adang lantas mempertanyakan anggapan yang menyebutkan bahwa istrinya sebagai tokoh kunci dalam kasus itu. "Ibu Nunun pernah disumpah tidak tahu kasus itu dan tidak pernah memberi suap," kata Adang di Gedung DPR, Senin 7 Februari 2011. "Tolong dibuktikan bahwa Ibu Nunun yang memerintahkan."
Peniup peluit kasus ini, Agus Condro, mengapresiasi KPK yang telah menetapkan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka. Selama ini, KPK kesulitan melacak keberadaan Nunun yang berpindah-pindah di Singapura. Nunun diketahui tidak hanya berdiam di satu lokasi selama di Singapura. "KPK sampai pada satu sikap untuk menetapkan Bu Nunun sebagai tersangka, artinya KPK serius. Kita mesti hargai KPK," kata Agus di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Senin 23 Mei 2011. (eh)(VIVAnews)