Sumardy adalah Chief Executive Officer (CEO) perusahaan agen iklan dan komunikasi Buzz&Co, yang mengirimkan peti mati ke 100 destinasi hari ini. Polisi juga menggeledah kantor perusahaan itu yang berlokasi di Senayan Trade Center (STC) Lantai 3, Jalan Asia Afrika, Senayan, Jakarta Pusat. Polisi juga memasang garis polisi di kantor itu.
Dari pantauan Tempo, kantor seluas 3 x 6 meter itu dipasangi garis polisi di kedua akses jalan masuknya. Sejumlah polisi dari Polsek Tanah Abang tampak memeriksa Sumardy di dalam kantor.Tampak pula kardus cokelat pembungkus peti mati yang belum dikirimkan di halaman kantornya. Peti matinya sendiri berjumlah 30 buah. Sebanyak 24 peti di luar dan enam peti di dalam kantor.
Dari penggeledahan itu polisi menyita puluhan buku berjudul Rest In Peace Advertising: The Word of Mouth Advertising yang ditulis oleh Sumardy dan diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Buku inilah yang kabarnya dipromosikan lewat cara bagi-bagi peti mati. Polisi juga menyita dua peti mati sebagai barang bukti. Usai penggeledahan, Kepala Bagian Operasional Polda Metro Jaya Komisaris Sujarno mengatakan pengiriman peti mati itu tidak memiliki izin polisi. Penggeledahan ini membuat heboh pengunjung Senayan Trade Center. Mereka tampak mengerubungi kantor Buzz&Co yang dibanjiri peti mati di halamannya.
Promosi Berujung di Kantor Polisi
Sejumlah perusahaan dan kantor media dikirimi peti mati, Senin, 6 Juni 2011. Aksi yang sempat menghebohkan ini ternyata hanya strategi pemasaran satu perusahaan. Ide gila itu digagas Sumardy, Chief Executive Officer (CEO) Buzz&Co. Menurut dia, pengiriman peti mati ini sekaligus peluncuran perdana situs dan buku perusahaannya yang bergerak di bidang agensi komunikasi. "Ini inisiatif sendiri. Tidak ada hubungannya dengan politik," ujarnya kepada Tempo di kantornya, Lantai III Senayan Trade Center, siang ini.
Alasan dia, kampanye pemasaran yang dilakukan perusahaan iklan saat ini amat membosankan. Untuk itu, pihaknya ingin menunjukkan cara gila yang dilakukannya hari ini. "Biaya beli peti mati lebih murah, ketimbang pasang iklan," kata Sumardy.
Dalam estimasinya, membuat peti mati yang dibelinya di Pondok Labu plus ongkos kirim hanya menghabiskan Rp 50-an juta. Sementara untuk pasang iklan bisa menghabiskan miliaran rupiah. "Ini bentuk edukasi pemasaran," ujar master pemasaran Universitas Gadjah Mada ini.
Ada 100 tujuan yang akan dikirimi peti mati. Peti itu antara lain ditujukan kepada penyiar radio dan presenter Farhan, blogger dan penulis buku Raditya Dika, CEO Fastcomm Ipang Wahid, CEO Bubu Shinta Dhanuwardoyo, Senior Consultan Indopacific Edelmen Vida Parady, Managing Direktur PT Saling Silang.Com Enda Nasution.
Sumardy juga mengirim peti ke sejumlah media di antaranya Tempo, The Jakarta Post, Oke Zone. Jumlah peti mati yang dikirim berbeda. The Jakarta Post dan Oke Zone misalnya dikirimi satu peti. Sedangkan Tempo mendapat kiriman dua peti mati.
Peti yang dikirim ke Koran Tempo dan Tempointeraktif di Kebayoran Center, Jakarta Selatan, ditujukan kepada Wakil Pimpinan Redaksi Tempointeraktif Wicaksono dan Kepala Desain Korporat PT Tempo Inti Media Sri Malela Mahargasarie. Peti berukuran sekitar satu meter itu berisi bunga tabur dan satu kuntum mawar putih yang ditempeli kertas bertuliskan www.restinpeacesoon.com. Di baliknya bertuliskan masing-masing "You Are Number #666" dan "You Are Number #131".
Menurut Kepala Desain Korporat PT Tempo Inti Media Sri Malela Mahargasarie, strategi pemasaran dengan pengiriman peti mati bisa berujung pada gugatan hukum. Sebab, pengiriman peti mati yang berisi kembang tabur dan bunga mawar tersebut bisa dianggap perilaku yang tidak menyenangkan. "Ini kampanye yang tidak etis yang bisa berujung hukum," kata mantan Pemimpin Redaksi Koran Tempo itu dalam perbincangan lewat telepon, Senin 6 Juni 2011.
Akibat aksi pengiriman peti mati itu, kantor Buzz&Co dipasang garis polisi. Kantor yang beralamat di gedung perkantoran Senayan Trade Center (STC) Lantai III, Jalan Asia Afrika, Jakarta ini juga digeledah. Dari penggeledahan itu, polisi menyita puluhan buku berjudul "Rest In Peace Advertising : The Word of Mouth Advertising". Buku ditulis oleh Sumardy dan diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Polisi juga menyita dua peti mati sebagai barang bukti.
Bahkan, Sumardy dan lima karyawannya digelandang polisi ke markas Kepolisian Sektor Tanah Abang. Akibat tindakannya, Sumardy terancam pasal perbuatan tidak menyenangkan dan Undang-Undang Anti Teror.
"Ya. Bisa saja. Tindakannya sudah meresahkan," kata Kepala Bagian Operasional Polda Metro Jaya Komisaris Sujarno, usai penggeledahan di kantor Buzz&Co.
Menurut Sujarno, penangkapan ini berdasarkan laporan masyarakat yang merasa diteror karena menerima kiriman peti mati. Sebagai tindak lanjut, pihaknya akan menggali motivasi Sumardy dibalik "teror" peti ini. "Mau marketing atau apa pun, kalau meresahkan akan ditangkap," ujarnya.
Sumardy sendiri tampak tenang saat ditangkap polisi. Dia mengatakan, perbuatannya murni sekadar strategi pemasaran. "Saya ikutin saja proses hukum ini," katanya.
Dia tetap menekankan bahwa gagasan gilanya itu adalah kreativitas. Dia mahfum dengan perbedaan persepsi di masyarakat. "Mohon maaf sebesarnya kepada masyarakat jika perbuatan saya malah menjadi teror," ujar Sumardy. (Tempointeraktif)