KPK juga menangkap kurator kasus tersebut, Puguh Wirawan, di Pancoran, Jakarta Selatan. Syarifuddin ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, sementara Puguh dititipkan di Tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Menurut juru bicara KPK, Johan Budi, Syarifuddin dan Puguh menjadi tersangka untuk perkara penyitaan aset (budel) pailit perusahaan garmen PT SCI. Syarifuddin diketahui mengeluarkan izin untuk penjualan aset dua bidang tanah di Bekasi, senilai Rp 16 miliar dan Rp 19 miliar. Aset yang masuk putusan budel pailit pada 2010 itu akan dijadikan non budel. "Dan itu harus atas seizin hakim pengawas, Syarifuddin Umar. Penyerahan suap itu kami duga dalam rangka itu,"katanya.
Anggota Komisi Hukum DPR, Didi Irawadi sangat kecewa. Ia meminta kewenangan Komisi Yudisial diperkuat. Penguatan ini akan diupayakan melalui revisi Undang-Undang tentang Komisi Yudisial. "Kewenangan menindak langsung hakim yang bermasalah harus dikembalikan sebagaimana dulu sebelum diamputasi," kata Didi Irawadi kepada Tempo. Inilah salah satu penyebab lemahnya pengawasan yang dinilai menimbulkan para hakim terlibat suap.
Komisi Yudisial mengklaim sudah berusaha keras dan optimal mengawasi kinerja para hakim. Pengawasan itu tidak hanya berangkat dari laporan pengaduan masyarakat, tetapi juga pemantauan reguler. "KY prihatin. Di tengah upaya perbaikan citra dan kinerja peradilan, masih ada oknum yang melakukan hal tercela seperti itu," kata Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar.
Menurut catatan Tempo, Syarifuddin tercatat sebagai Ketua Majelis Hakim yang memvonis bebas Gubernur Bengkulu Non Aktif Agusrin Najamuddin, 25 Mei 2011. Majelis Hakim yang dipimpin Syarifuddin menyatakan Gubernur Bengkulu nonaktif itu tak terbukti melakukan korupsi dana pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Ketika bertugas di Pengadilan Negeri Makassar, antara Februari-Maret 2009, Hakim Syarifuddin tercatat membebaskan 35 terdakwa kasus korupsi pemberian dana purnabakti Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Luwu 2004. Kasus itu merugikan negara Rp 10,5 miliar, diduga melibatkan 29 anggota DPRD Luwu periode 1999-2004, serta sejumlah pejabat.
Hakim Syafruddin juga sempat digadang-gadang sebagai salah satu calon hakim spesialis tindak pidana korupsi (Tipikor). Kepada TEMPO di Makassar Hakim Syafruddin menyatakan kesanggupannya. "Kalau memang ditunjuk dan dipercayakan jadi hakim tipikor, kami siap," katanya. (Tempointeraktif)