Kepada penyidik Polres Kepahiang, Feby juga mengaku mengambil buku itu dari perpustakaan SDN 18 pada awal Mei 2011.
Feby sempat pusing setelah membaca buku itu, lalu dia ingat dengan berita di televisi tentang bom buku sehingga merangkai bom itu. Rangkaian kabel dan komponen elektronik dari joycstick Play Station (PS) itu ditumpuk dalam buku.
"Memang tidak ada bahan peledak dan batere yang bisa membuat rangkaian itu meledak," tambahnya.
Siswa yang dikenal baik dan rajin di mata guru di sekolahnya ini membuat rangkaian bom buku di rumahnya disaksikan teman sepermainannya. Setelah bom buku selesai ia kerjakan layaknya bom buku yang dikirim oleh teroris ke markas Jaringan Islam Liberal (JIL), Feby mengaku ketakutan sendiri dan menyimpan hasil karyanya itu di loteng rumah.
Rakitan bom buku itu secara tidak sengaja ditemukan ayahnya, Imron Joni dan melaporkan temuan tersebut ke Polres Kepahiang.
"Dari laporan itulah kami memeriksa buku yang dilapisi plakban bening itu dan menemukan rangkaian sirkuit joystik Playstation dan kabel-kabel," paparnya.
Kapolres belum berani memastikan apakah tindakan Feby iseng atau ada pihak yang mendalangi. Penyelidikan masih terus berlangsung dengan memeriksa anggota keluarganya dan rekan sepermainan.
Kepala SMP Negeri 2, tempat Feby bersekolah Anelia Risa mengatakan Feby adalah sosok yang rajin dan berlaku selayaknya anak normal seusia dia.
"Hobynya bermain sepak bola dan kami sama sekali tidak tahu kalau Feby merakit bom. Kami baru tahu setelah baca berita," katanya.
Anelia mengatakan dalam keseharian di sekolah Feby juga tergolong anak yang pintar tetapi tidak suka membaca dengan nilai rata-rata rapor tujuh. Orang tua Feby, Imron Joni ketika ditemui di rumahnya dengan mata yang basah karena kesedihan mendalam, merasa tidak percaya jika anaknya sampai merakit bom buku. Apalagi disebutkan ia terinspirasi setelah membaca buku jihad tersebut.
"Anak saya itu tidak suka membaca buku, kalau mau belajar dia harus saya pukul dulu, lalu jika ia membuat rangkaian bom karena terinspirasi dari membaca buku itu, saya tidak habis fikir," ungkapnya.
Ditambahkan Imron, selama ini ia tidak pernah melihat tingkah laku aneh anaknya apalagi sampai membaca buku yang bersampul merah muda itu.
"Saya baru tahu dari polisi bahwa anak saya membuat rangkaian bom karena terinspirasi setelah membaca buku," tambahnya.
Penuh Buku Tasawuf
Ada yang menarik dan aneh ketika mengunjungi perpustakaan SDN 18 Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Perpustakaan tempat Feby mendapat buku "Mengungkap Berita Besar dalam Kitab Suci" karangan Abdul Wahab terbitan Tiga Serangkai masih dipajang di sana.
Buku yang ditengarai telah menginspirasi Feby membuat rakitan bom buku, yang notabene sudah ditarik dari peredaran masih bisa dijumpai di perpustakaan itu.
Perpustakaan tersebut berada di sebuah ruang kelas yang tidak terpakai, kotor dan berdebu. Sekilas, ruangan ini layak disebut gudang bukan perpustakaan.
Dari luar terlihat berjejer tumpukan buku-buku bacaan anak. Di antara jejeran buku terdapat sekitar lima tumpukan buku bertingkat dengan beragam judul antara lain "Buku Tasawuf Hitam Putih" karangan Muhammad Izzudin Taufik terbitan Tiga Serangkai.
Ada juga buku berjudul Dalil A Faq (Al quran dan Alam Semesta, Memahami ayat-ayat, Penciptaan dan Syubhat) karya Muhammad Izzudin Taufik. Para guru SD dan pengelola perpustakaan mengaku jika buku-buku tersebut dikirim dari Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Kepahiang pada 2006.
"Kami tidak tahu kenapa buku-buku yang berat dan untuk kalangan dewasa ini dikirim ke SD kami," kata pengelola perpustakaan Emalia.
Ia menambahkan, sejak diterima pada 2006 buku-buku tersebut tidak pernah disentuh oleh siapa pun sehingga dibiarkan tertumpuk begitu saja di sudut ruangan termasuk buku "Mengungkap Berita Besar dalam Kitab Suci" yang dibaca Feby.
"Jangankan anak-anak, kami para guru saja tidak berminat membaca buku seperti ini, terlalu berat, pusing," tambah Emilia.
Emalia mengaku tidak mengetahui kalau buku yang menginspirasi Feby membuat bom buku tersebut berasal dari perpustakaan itu.
"Saya baru tahu ada buku yang hilang ketika polisi datang dan menyita buku itu sebagai barang bukti. Buku itu jumlahnya ada tujuh, dan semua sekarang disita oleh polisi," jelasnya.
Menanggapi hal ini Kapolres Kepahiang Chaerul Yani mengatakan sedang mendalami kenapa buku yang seharusnya bukan untuk konsumsi pelajar sekolah dasar ada di SDN 18.
"Buku-buku seperti itukan bukan untuk konsumsi anak SD tapi bacaan orang dewasa, tapi mengapa ada disana, ini sedang kita pelajari dari mana asal buku ini," paparnya.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, dalam waktu dekat Polres Kepahiang akan merazia seluruh perpustakaan SD di daerah itu. Jika ditemukan buku yang tidak layak baca bagi kalangan pelajar SD akan di tarik. (ANT)