Kepala Bidang Sejarah, Museum dan Purbakala, Bahasa dan Film Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magelang, Djoni Susmiyanto, mengatakan dari 458 benda cagar budaya itu 99,9% merupakan batu candi atau andesit. Sisanya dari kayu, perunggu dan kulit yang semuanya dalam kondisi memprihatinkan.
"Posisi ini merugikan banyak pemerintah daerah bahkan negara sebab sifat benda cagar budaya itu tidak bisa diperbarui," jelas Djoni, Selasa (21/6/2011).
Djoni menuturkan dana pemeliharaan yang dianggarkan untuk perawatan cagar budaya sangat minim. Saat ini dana perawatan hanya untuk juru pelihara yang menjaga dan jumlahnya sedikit.
"Perawatan dan pemeliharan benda cagar budaya belum tersedia anggaran yang cukup. Biaya perawatan dan pemeliharaan benda cagar budaya memang mahal. Sulit untuk mengajukan dana karena biayanya besar, tapi pemasukannya sangat sedikit. Bahkan sering dianggap hanya pemborosan," jelas Djoni.
Djoni menyatakan kegiatan pendataan benda cagar budaya yang dilakukan pihaknya masih bersifat awal. Cagar budaya yang didata tersebar di sebanyak 12 kecamatan di Kabupaten Magelang yaitu Kecamatan Salam, Muntilan, Ngluwar, Dukun, Sawangan, Borobudur, Mertoyudan, Mungkid, Salaman, Windusari, Bandongan dan Grabag. Serta tersebar di desa-desa terutama di wilayah Borobudur.
Selain di 13 kecamatan itu, satu lagi cagar budaya berada di Kota Magelang. Cagar budaya yang berupa Situs Nambangan ini berupa bangunan situs dari batu bata di Kecamatan Rejowinangun Utara, Kota Magelang.
"Belum keseluruhan benda cagar budaya sudah terdata seperti yang lain diketahui berada di Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang," jelas Djoni.
Djoni mengungkapkan kondisi hampir punahnya ini jika dibiarkan dalam waktu lama, maka benda cagar budaya akan banyak yang hilang. Padahal dibalik benda cagar budaya ini sangat bermanfaat untuk informasi, referensi, maupun ekonomi dan ilmu pengetahuan.
"Saat ini sudah ada yang musnah, seperti situs Candi Banon di Jelibudan di Desa Borobudur, lalu Candi Pakem yang hanya menyisakan batu bata saja di Komplek Hotel Aman Jiwo, juga Candi Lumbung di Desa Sengi terancam hancur karena berada 50 cm dari tebing Kali Apu setelah dihantam banjir lahar dingin," ungkap Djoni.
Djoni menambahkan cagar budaya itu terancam punah karena faktor alam dan ulah manusia. Banyak masyarakat, khususnya generasi muda tidak memahami manfaat peninggalan kuno tersebut.
"Kami harap ada konsep program pemeliharaan dan pelestarian lebih intensif dan proporsional. Supaya benda-benda cagar budaya memberi dampak positif bagi kehidupan masyarakat sekitarnya," tambah Djoni. (fay/fay)(detikNews)