Anggota fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo mengancam akan menggunakan hak interpelasi karena pemerintah dinilai tidak bertanggungjawab dan jujur terhadap kebijakan kenaikan harga elpiji 12 kilogram.
"Akan ada inisiatif dari DPR untuk menggalang pengumpulan tanda tangan guna memenuhi keabsahan penggunaan hak interpelasi DPR," kata Bambang dalam pesan singkatnya, Senin 6 Januari 2014.
Hak interpelasi adalah hak anggota DPR memanggil presiden untuk meminta penjelasan atas kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada rakyat dan negara. Untuk memunculkan usul itu, hanya dibutuhkan tanda tangan minimal 25 anggota DPR lebih dari satu fraksi. Usul penggunaan hak interpelasi itu kemudian diajukan ke forum paripurna DPR.
Setelah Pemerintah bersama Pertamina meninjau ulang kenaikan itu, akhirnya Pertamina merevisi kenaikan harga gas elpiji dari semula naik Rp117.700, diturunkan menjadi Rp82.200. Tapi DPR lanjut Bambang akan tetap mempersoalkan kebijakan ini.
"Mengelola negara kok seperti menyetir bajaj. Berbelok, injak rem dan injak gas sesukanya," ujar dia.
Politisi Golkar itu menyadari bahwa kebijakan menaikan harga gas elpiji itu adalah kewenangan Pertamina, tetapi menurutnya, kenaikan ini merupakan kebijakan Pemerintah. "Pertamina itu BUMN yang diikat dengan Undang-Undang. Dia harus tunduk pada pemerintah, khususnya kepada Presiden dan Menteri ESDM sebagai pembina. Apalagi komoditi yang dikelola Pertamina sangat strategis," ujar dia.
Manuver Politik
Ungkapan senada juga disampaikan Ketua Fraksi Partai Hanura Syarifudin Sudding. Menurut Suding, naik turunnya harga elpiji ini hanya manuver pihak-pihak tertentu untuk menaikkan elektabilitas menjelang Pemilu 2014.
"Masih segar ingatan kita ketika jelang pemilu 2009, sebelumnya harga dinaikkan, kemudian diturunkan kembali dan ada yang mendapat simpati dari masyarakat," kata Suding
Bagi Suding, cara semacam ini tidak elegan dilakukan bila tujuannya untuk meningkatkan elektabilitas. Misalnya, dengan mempermainkan kebijakan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.
"Sama ini dengan modus tahun 2009. Itu kan manuver untuk mendapat simpati masyarakat," terangnya. Dia menilai, tidak mungkin ada kebijakan menaikan harga gas elpiji tanpa pengetahuan presiden.
"Pasti (kenaikan elpiji) sepengetahuan, katakanlah kementerian terkait. Bailout Century oleh Sri Mulyani (mantan menteri keuangan) yang (bank) indepen saja dilaporkan ke Presiden apalagi elpiji. Segala sesuatu dilaporkan, sangat naif kalau pemerintah bilang tidak dilaporkan," paparnya. (viva)